Tersebutlah
seorang tukang bangunan yang sangat mahir, apapun yang dia bangun pasti laku.
Setiap rumah yang dia bangun pasti laris. Bahkan beberapa orang rela indent
dengan rumah-rumah yang akan dia bangun. Pada suatu saat, dia mendengar dari
teman-temannya bahwa dia akan diakhiri karirnya, di PHK, diberhentikan oleh
bosnya.
Suatu hari dia
dipanggil oleh bosnya, maka dengan perasaan malas dan hati resah dia menemui
bosnya. Dia menunggu apa yang akan disampaikan oleh bosnya, apakah dia
diberhentikan atau disuruh terus bekerja. Dia heran, ternyata dia masih disuruh
bekerja oleh bosnya, namun kali ini dia hanya diminta untuk membangun satu
rumah saja.
Dengan penuh
perasaan yang galau dia bangun rumah tersebut, dibangunnya rumah itu dengan
asal-asalan, dia selesaikan rumah itu asal jadi, yang penting selesai, dia
tidak lagi berfikir kualitas seperti biasanya.
Setelah rumah itu
selesai, dia temui bosnya, dia kasih kunci rumah itu kepada bosnya: “Bos, ini
kunci rumahnya, sudah saya selesaikan tugas yang anda berikan.” Bosnya dengan
tenang menerima kunci rumah tersebut, lalu mengajak ngobrol bapak tukang
bangunan.
Setelah basa basi
dan ngobrol sana sini, akhirnya sang bos pun bilang: “Wahai bapak, terima kasih
atas jasamu selama ini. Mungkin engkaupun sudah dengar bahwa aku akan
mem-PHK-kan dirimu, aku akan akhiri karirmu ditempat ini. Tapi tidak usah
khawatir, aku sudah siapkan uang yang lebih dari cukup untuk pesangon dan
gajimu. Engkau bisa mandiri dengan uang sebanyak itu. Bisa menjadi pemborong
atau kontraktor seperti aku, tidak lagi terikat dengan gaji dariku.”
Bapak tukang
bangunan mulai heran, berkecamuk perasaan dalam dirinya. “Waduuhh saya salah paham
ini, saya kira saya cuma di PHK, saya kira saya cuma diberhentikan, saya kira
saya cuma diakhiri karir saya dari tempat ini. Ternyata bos saya luar biasa
baik, bos saya memberi pesangon yang lebih dari cukup untuk menjadikan saya
mandiri dan tidak terikat lagi menjadi karyawan disini.
Sebelum selesai
kecamuk yang ada dipikiranya, bosnya berkata: “Wahai bapak, ambil saja kunci
rumah ini, rumah yang barusan kamu bangun itu aku hadiahkan untuk kamu. “Maksud
bos apa?” tanya dia keheranan. “Rumah yang barusan kamu bangun bukan untuk saya
jual. Rumah itu aku hadiahkan untuk kamu.” “Lho bos, kok rumah itu yg
dihadiahkan ke saya?”
Bosnya sekarang
yang gantian heran, lalu dia bertanya: “Memangnya kenapa?” Tukang bangunan itu
menjawab: “Maaf bos, karena saya resah dan galau, maka terus terang rumah yang
aku bangun terakhir itu aku kerjakan asal-asalan, aku bangun asal jadi, aku
bangun asal selesai, dengan kualitas yang jauh dari biasanya.” “Kenapa begitu?”
tanya bosnya. “Karena saya berfikir negatif kepada Anda.” jawabnya dengan
perasaan yang sangat bersalah.
Teman-teman
sekalian, bagaimana kegiatan hari demi hari yang kita lakukan selama ini di
kantor, di kehidupan, di rumah tangga dan di masyarakat kita? Apakah kita
kerjakan dengan sungguh-sungguh sepenuh hati, sebagai bentuk syukur dan ibadah
pada ilahi atau asal-asalan?.
Jangan-jangan di
akhir kehidupan kita, kita berikan ‘karya’ terburuk buat kehidupan kita
sendiri. Jangan-jangan di akhir hayat kita, kita akhiri diri kita dengan
perbuatan-perbuatan yang buruk yang Allah murkai, Na’udzu billahi min dzalik.
Teman-teman, kita
tidak tau kapan kehidupan kita diakhiri oleh Tuhan. Maka mari kita lakukan
‘aksi’ yang terbaik sepanjang kehidupan kita. Kita tidak tau kapan kita
diberhentikan oleh Tuhan dari pekerjaan kita, dari bisnis kita. Maka mari kita
lakukan yang terbaik sepanjang kita bekerja, sepanjang kita berbisnis.
Kenapa? karena
kebaikan kitalah yang akan membuat Tuhan mau memberi kepada kita ‘rumah’ yang
indah di dunia dan di syurga. Sedangkan keburukan kitalah yang akan menjadikan
Tuhan memberikan ‘rumah’ yang tidak baik buat kita di dunia dan di alam sana.
Selamat merenung
teman-teman, sampai ketemu di syurga.
Salam berkah.
0 Comments